Senin, 07 September 2009

ARAK-ARAKAN GEREJA


SEBUAH REFLEKSI

( Oleh.St.Maruli P Simanjuntak.Dip.Par.)*

Gereja sebagai arak-arakan umat Tuhan senantiasa harus bergerak menuju hidup di dalam kerajaan Allah.Gereja dituntut untuk selalu terbuka kepada dunia ini,sehingga dunia terbuka terhadap undangan Allah untuk serta dalam pemenuhan janji Allah.Gereja harus terpanggil untuk mengembangkan hubungan yang positif,kreatif,kritis,realistis dan transformative dengan semua pihak ( pemerintah dan masyarakat ) dalam mewujudkan keadilan di tengah upaya bersama dalam membangun,perdamaian dan keutuhan Ciptaan sebagai tanda kehadiran kerajaan Allah di dunia ini

Kehadiran Gereja-gereja di Indonesia,termasuk GKPA ( Gereja Kristen Protestan Angkola ) di Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara merupakan tanda pengutusan Tuhan sendiri agar gereja-gereja secara aktif mengambil bagian dan mewujudkan Syalom Allah.Disamping itu gereja juga terpanggil mencegah segala usaha yang merusak dan merongrong kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia,serta segala hal yang merusak lingkungan alam.

Akhir-akhir ini kita merasakan keprihatinan akan situasi masyarakat bangsa dan Negara di tengah upaya bersama dalam membangun masyarakat Indonesia. Berbagai bentuk bencana,konflik antar kelompok masyarakat, korupsi, pelanggaran hukum,kerusakan lingkungan hidup,produk hukum yang bernuansa diskriminasi semakin nyata mewarnai perjalan bangsa.Kehidupan harmonis, rukun dan saling menghargai,perlahan-lahan tidak lagi menjadi identitas bangsa Indonesia justru sebaliknya semangat sektarianisme dan penggunaan simbol-simbol kelompok mengintervensi tata sosial dan penataan kehidupan bersama.Hal ini,semakin jelas terlihat dengan adanya produk-produk hukum yang hanya mementingkan nilai-nilai kelompok tertentu serta berbagai kecenderungan yang memprihatinkan lainnya.

Di sisi lain,dinamika dan realitas politik kini telah berubah dan mengalami perubahan yang begitu cepat dan massif.Kini politik bukan hanya berjalan tanpa publik,politik juga semakin gelap mata merusak kehidupan.Karenanya,respon gereja terhadap politik yang gelap mata tentunya tidak cukup lagi dengan hanya pendekatan parsial dan sporadis yang berciri moralis dan etis.Saatnya,Gereja dipanggil untuk melakukan rekoneksi gerakan moral dengan gerakan sosial politik yang lebih membumi.Sebuah gerakan yang bisa mempertemukan syalom Allah dengan penderitaan umatNya.Tentu saja formula gerakan ini tak semudah yang dibayangkan.Namun bila desain gerakan ini tidak diupayakan secara bersama, jangan heran Gerakan Gereja akan menjadi Gerakan yang persis sama dengan partai politik yang berciri eksploitatif dan mobilatif.

Berangkat dari asumsi diatas,menjadi penting dan mendesak untuk menyediakan ruang bagi pelayan Gereja untuk membagikan pengalaman empiriknya sekaligus secara bersama mencari dan merumuskan Gerakan Gereja yang lebih kongkrit sesuai dengan situasi dan kondisi. Kekayaan empirik tersebut merupakan modal utama pembelajaran bagi semua pelaku agama untuk menjawab tantangan besar dan memberi respon terhadap problem masyarakat, bangsa dan Negara. Dengan demikian , kita tidak lagi merespon atas dasar teks dogmatis yang kaku ( reaktif ) tetapi lebih berbasis kepada pengalaman yang dialami secara langsung ( locus teologikus ) atau sering juga disebut Agama yang responsive.

Semangat yang dimiliki GKPA pada synode Am XVI tanggal 15 – 19 Juli 2009 di Padangsidimpuan membuktikan akan dapat mengatasi semua problem-problem yang terjadi dan telah menghasilkan Rumusan-rumusan yang kontekstual dengan permasalahan kekinian, kami bangga dengan Synode yang merupakan Rapat tertinggi di GKPA seluruh daya dan upaya telah dituangkan oleh segenap cerdik pandai GKPA demi kemajuan kita bersama, lalu permasalahannya sampai sejauh mana kita dapat mengaplikasikannya dalam ber – GKPA,jika hanya sebatas rapat sia-sialah kita berkumpul sampai empat hari lamanya, kami yakin dan percaya dengan SDM yang dimiliki GKPA semua rumusan yang telah dituangkan dapat terlaksana,sehingga kedepan GKPA dapat berjalan sejajar dengan gereja-gereja lain di Indonesia,tentunya kalau kita dukung sepenuhnya dan sama-sama berdoa kepada sang Kepala Gereja Yesus Kristus. Akhirnya kami dari peserta utusan Resort Pekanbaru dibawah Bimbingan Pendeta Resort bapak Pdt. C.H Siregar Sth, mengucapkan terimakasih sebesar – besarnya kepada Pucuk Pimpinan GKPA beserta jajarannya dan tidak lupa kepada Panitia Pelaksana,semoga di Synode–Synone berikutnya kita berjumpa kembali dengan suasana yang baru.Terimakasih dan Syalom.

* Wakil Bendahara PGI Wilayah Riau.

SERBA – SERBI SYNODE Am GKPA XVI

( Oleh.St.Maruli P Simanjuntak.Dip.Par.)*

Pagi yang cerah di Aula Hotel Samudra pukul 10.00 WIB,tanggal 18 Juli 2009, kami komisi A beranggotakan 35 peserta terdiri dari unsur Pendeta,Sintua,Pemuda,Ina bersidang membahas laporan pertanggung jawaban pucuk pimpinan pada Synode Am GKPA XVI,dengan penuh sukacita dan konsentrasi,peserta dari Bona bulu dan perantaun ( kota ) menyatu membahas item per item dengan satu tujuan membangun GKPA yang kita miliki,di awal sidang kami sepakat melalui pimpinan komisi yang dipilih secara demokratis akan bersidang sesuai aturan yang dibuat pimpinan sidang saat pembagian komisi.

Sesuai aturan sidang yang lazim dilakukan, yakni membahas,mengulas serta menganalisa kemudian mencatat hasil keputusan yang ditulis oleh notulensi rapat,semua peserta sidang bebas mengeluarkan pendapat dengan azas mufakat yang dipandu oleh ketua dan sekraetaris,ada yang menyampaikan usulan dengan gaya yang khas,menggunakan bahasa deaerah(angkola) dan ada juga berbahasa Indonesia membuat suasana sidang semakin asik,tatkala peserta mengusulkan dengan sedikit guyonan kami semua tertawa meledak……geeeeeeeeer,,tapi manakala penyampainnya serius kami juga mendengar dengan seksama dan konsentrasi. Diakhir sidang sekitar pukul15.00 WIB seorang peserta sidang berdiri sembari meminta izin terlebih dulu pada ketua komisi.

Pimpinan komisi yang saya hormati, dan peserta sidang yang saya cintai, mohon izin untuk berbicara, sedari tadi saya tidak berkomentar, kali ini saya akan memberikan usul, ( kalau asal jangan usul, kalau usul jangan asal ) ,gumam saya saat itu, Begini Ketua,” Bagaimana kalau kita usulkan kepada GKPA, Agar musik tiup ( terompet ) yang dahulu sangat bagus dan terkenal dihidupkan kembali,karena sekarang tak terkordinir bahkan sudah mati.” Itu saja ketua usul saya, terimakasih, begitu katanya dengan suara lantang dan gaya yang sedikit nyentrik.dan usul itu diresponi oleh semua peserta sidang,bahkan seorang peserta dari unsur Pendeta mengatakan,ide itu sangat bagus dan ada dalam kelompok Marturia, kamipun menerima usul tersebut secara aklamasi untuk dituliskan sebagai rekomendasi dari komisi A untuk dibawakan pada sidang pleno

Saya teringat ketika Natal Oikumene di Tapanuli Selatan tahun 80-an, mengadakan pawai keliling kota Padangsidimpuan dengan menggunakan musik terompet gabungan termasuk musik tiup GKPA,suara terompet saat itu menggema membelah kota salak itu, semangat Oikumene ketika itu membahana dimana-mana yang diikuti oleh arak arakan umat Kristen berjalan kaki menngelilingi kota dari berbagai unsur termasuk anak sekolah menyanyikan lagu-lagu gereja, berakhir di Gereja HKBP Habincaran di Kampung Losung tempat acara Natal Oikumene dilaksanakan. Artinya bahwa kita semua rindu musik tiup GKPA diaktifkan kembali,karena mampu meningkatkan pelayanan,menurut cerita para pemain terompet kala itu, ketika hendak mengadakan pesta gereja ke GKPA Bona Bulu,mereka berjalan kaki, karena kemalaman para Laskar terompet ini berkemah di tengah jalan.Untuk menghilangkan rasa sunyi di tengah hutan,mereka meniup terompet tatkala itu pula semangat berkobar kembali untuk melanjutkan perjalanan besok pagi untuk melayani, dan babiat/Harimaupun lari tunggang-langgang. mendengar nyanyian Tuhan yang keluar dari corong terompet,masih ada lagi,setibanya di Gereja para laskar ini di servis, bahkan di urut oleh jemaat.

Mendengar cerita pelayanan ini hati siapa yang tak terharu hingga meneteskan air mata, alangkah besar pengabdian mereka dan peranan terompet dalam mengembangkan GKPA yang kita cintai ini,tapi sekarang tinggal cerita dan kenangan.Namun semangat timbul kembali, ketika mendengar closing statement Pucuk Pimpinan pada akhir sidang pleno komisi A, bahwa Oppu i,Ephorus GKPA berjanji akan mengaktifkan kembali musik tiup GKPA kedepan, dimulai pada saat jubeleum GKPA ke 135 yang diadakan pada bulan November,saat itu aula tempat sidang pleno berlangsung terdengar suara tepuk tangan para peserta bergemuruh pertanda setuju. Bravo buat Ephorus GKPA amang Pdt.A.L Hutasoit M.A dan salut buat Sekjen.GKPA amang Pdt.P.H Harahap Sth. Dan terimakasih kepada Praeses I,II,III,IV,para Kepala Biro dan korps Pendeta GKPA beserta dengan jajarannya.kami sebagai jemaat siap mendukung, tidak bisa menerompetkan Oikumene antar Geraja paling tidak bisa menciptakan semangat ber- GKPA,atau tidak dapat mengusir Harimau pinomat dapat menghalau Iblis yang mencoba mengganggu.Semoga dan Syalom.

* SINTUA GKPA Resort di Pekanbaru